Rabu, 25 Desember 2013

Militan Muda Pembawa Perubahan

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya,
berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” . (Bung Karno)



kutipan dari Bapak Soekarno tersebut bukan lah isapan jempol atau perkataan penyemangat belaka beliau mengatakan hal tersebut karena memang beliau percaya para pemuda dengan seluruh keunikan, kelabilan, serta keistimewaannya mampu membawa perubahan yang berarti bagi bangsa kita, Indonesia. 

Jum'at, 20 Desember 2013 adalah hari yang bersejarah untuk saya. Bukan Hanya di hari tersebut saya bisa naik pesawat untuk pertama kalinya tapi juga dimulainya perjuangan saya me-Nasionalkan Program Toys Charity for Autism. Ashoka Indonesia merupakan LSM yang menginisiasi terselenggaranya seleksi panelis  Young Changemakers yakni pertemuan para pemuda terpilih dari seluruh Indonesia yang memiliki Projek sosial dibidang kesehatan masyarakat. Walaupun ini adalah kompetisi namun tidak ada istilah menang dan kalah, semua projek sosial sudah baik namun projek sosial yang dipilih oleh juri panel berarti sudah siap untuk dijalankan bertaraf nasional dan yang belum dipilih masih harus mengembangkan projek sosialnya tersebut. Disana saya bertemu para militan muda yang siap mempromosikan Projek sosial yang telah di jalankan sebelumnya, bukan masalah uang maupun popularitas yang kami cari melainkan untuk satu tujuan besar yakni Membawa Harapan yang Lebih Baik Bagi Bangsa Indonesia.
 
Waktu menunjukkan pukul 16.15 pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Adisucipto, dengan disambut hujan yang cukup deras namun tetap sejuk dan terasa jenaka. Ah.. benar. Saya sudah berada di Jogja rupanya. Jogja menurut saya bukan sekedar letak geografis melainkan kerinduan akan cerita-cerita bahagia yang selalu menyelimutinya. Seleksi Panel dilaksanakan di Komplek Rifka Annisa Women Crisis Center yang ada di jalan magelang, cukup jauh dari Bandara adisucipto sekitar 30 menit perjalanan menggunakan taksi. Setelah sampai di jogja perasaan saya memang tidak tenang, saya berfikir untuk segera menyelesaikan tugas ini dan kembali ke Bandar Lampung. walaupun saya suka bertemu banyak orang dan hal-hal baru namun saya sangat benci kompetisi, aaaah!!!

 "Idup gue gak nyantai bet kalo udah bau-bau lomba giniaaaan...!!!!"

hahaha.. dalam hati saya bergumam demikian, saya belum memahami konsep bahwa ini bukan kompetisi yang mengharuskan kita untuk tampil sempurna didepan juri panel yang  terdiri dari orang-orang yang menuntut keprofesionalan kita baik secara penampilan, cara bicara dan sikap. Ditambah lagi saya akan bersaing dengan anak muda dari berbagai kota besar yang sudah saya baca CVnya dan sukses membuat saya makin rendah diri :( tapi jogja seperti aspirin yang mengobati sedikit demi sedikit kecemasan  yang saya rasakan, tiap sudut kota menyapa penuh hangat seraya berkata "Tenang-lah kantie, semua akan baik-baik saja"

Setelah tiba di Mess tempat saya menginap, perasaan saya berubah lebih tenang dan jauh lebih tenang lagi. Tempatnya nyaman dan berbeda dari yang saya banyangkan sebelumnya. Disana saya bertemu dengan Ainum Jariah asal Makassar dan Dinda Dewi Zalinda dari Surabaya. Saya tidak pernah membayangkan akan sekamar dengan pemudi-pemudi keren seperti mereka, Ainum dengan kepolosan dan kinerjanya dibidang Kesehatan Reproduksi Remaja Marjinal kota Makassar yang tidak bisa dipandang sebelah mata dan Mba Dinda si Cerdas yang menggunakan Bahasa Madura sebagai Akses masuk ke lingkungan massyarakat madura guna menyosialisasikan self hygine. Dibalik Track Record mereka yang luar biasa, mereka adalah teman ngobrol dan berbagi pengalaman yang seru. Sungguh kejutan besar dari Allah SWT.

21 Desember 2013, The day Has Come. hahahahaha saya tidak merasa deg-degan lagi nih. Tetap santai karena teman-teman sesama Panelis juga tidak menebarkan aura persaingan, mereka malah beranggapan bahwa ini liburan gratis yang sayang kalau dilewatkan :D
Saya mendapat urutan presentasi pertama, saya bertemu dengan 3 Juri Panel yang Amazing dan expert dibidang mereka masing-masing. Ada Mba Inna, Pak Totok dan Pak Teguh mereka keren dan menganggap saya sebagai teman ngobrol mereka bukan sebagai panelis yang harus mereka nilai. Saya sangat menikmati obrolan hangat dan bermakna itu, banyak sekali masukan-masukan yang mereka berikan kepada saya dan akan segera saya terapkan di Lampung.
 
Saya tidak berhenti berdecak kagum dengan salah satu panelis asal Sukoharjo bernama Leon. Dia sangat special karena dia adalah panelis termuda berusia 15 tahun namun sudah memiliki projek sosial yakni peduli sanitasi di kota Sukoharjo. Keberadaannya di tengah-tengah kami membuat kami semua berfikir sedang berbuat apa ya ketika umur kami 15 tahun? hehehe
semua Panelis maupun panitia berbaur menjadi satu, semua saling berbincang dan bertukar pengalaman tentang kegiatan sosialnya masing-masing. Semua seperti teman baik yang terpisah jarak  Kota namun memiliki satu misi dan tujuan, yakni berinovasi kecil-kecilan namun berdampak besar Bagi Bangsa ini.
 
Sungguh Berkah Akhir tahun yang Luar biasa telah Allah berikan kepada saya bertemu 18 Anak muda hebat aset bangsa Indonesia. Semoga kalian semua selalu di lindungi Allah serta diberikan kesejahteraan. Kelak pasti kita akan bertemu lagi teman-teman. Sukses yah :'D


 
( Seluruh kandidat Young Change Maker 2013 )


Jumat, 13 Desember 2013

Bahagia itu sederhana, ketika kita bisa bersyukur :)


Whoaaa… asalamu’alaikum.. selamat pagiiii…. Masih merasa bahagia kan? Alhamdulillah :D
Pagi ini saya ingin berbagi cerita dan cinta saya terhadap dunia disabilitas yang saya tekuni beberapa tahun terakhir ini. Ya Allah.. betapa mudahnya mereka membuat saya menghabiskan sebagian otak dan hati untuk berjalan, berkarya dan berbahagia bersama mereka.
Mengenal dunia disabilitas awalnya ketika saya bergabung bersama SNETS YCHI-Autism Center yakni organisasi non-profit yang membawa harapan lebih baik untuk bangsa Indonesia dalam penanganan Autisma. Autisma bagi saya sudah bukan hal yang asing lagi, saya memiliki sepupu yang mengidap autism juga. Tingkahnya aneh, sangat aktif, kadang lucu juga sih.. hehe tapi sayang, dia tidak mengerti apa yang saya bicarakan L
Semenjak bergabung sebagai therapist ABK dengan klinik SNETS banyak sekali pengalaman awesome yang tidak ternilai harganya. Saya banyak bertemu ABK dengan berbagai macam gangguan selain autisma seperti cerebral palcy, down syndrome, mental retardasi, dan speech delay. Walaupun mereka memiliki gangguan yang berbeda-beda namun satu kesamaan yang mereka miliki yakni cinta dan ketulusan. Pelaksanaan terapi setiap hari selama 1,5 jam membuat saya semakin mengenal karakter mereka satu persatu dan membuat saya semakin mencintai keberadaan mereka. Kami mungkin adalah guru mereka, namun sebenarnya kami lah yang banyak belajar dari mereka tentang bagaimana menjalain hidup dengan kebahagiaan yang sederhana. Terimakasih, Nak. You know how much I love you.

 kisah kedua saya adalah tentang silent world. Ya, dunia sunyi. Selain menjadi therapist saya juga menjadi salah satu interpret (penterjemah bahasa isyarat) di organisasi Gerkatin Bandar Lampung. Gerkatin adalah singkatan dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia jadi seluruh anggota organisasi adalah penyandang tunarungu wicara.
Tangan Tuhan yang mempertemukan kami. Saya tidak pernah berfikir sebelumnya akan bertemu dengan salah satu organisasi mengagumnya yang juga tidak terlumpuhkan oleh keterbatasan. Mereka juga tidak pernah mengutuk kegelapan yang menyelimuti mereka tapi menyalakan lilin merupakan jalan yang mereka ambil. Itulah sebab saya begitu mencintai deaf dan silent world, saya begitu merasakan cinta yang mereka isyaratkan kepada saya.
  
Lagi-lagi saya banyak belajar dari penyandang disabilitas. Mereka adalah sebaik-baiknya guru dalam mengaplikasikan sabar, syukur, dan mencintai Tuhan dan semesta dengan seluruh kelebihan dan kekurangan yang menjadi penyeimbangnya.

Kamis, 12 Desember 2013

Ketika Kenyamanan itu adalah Dunia Marjinal

Kamis, 1 November 2013. Sore itu saya berinisiatif untuk menjemput seorang nenek yang disinyalir membutuhkan bantuan. Kedatangan saya ke Pasar Bambu Kuning, sebuah pasar yang cukup terkenal di bandar lampung itu berdasarkan Instruksi dari teman saya yang saat itu akan mengantar nenek tersebut ke rumah sakit mata namun berhalangan hadir.
awal mula perkenalan teman saya dengan nenek tersebut saat ia melakukan kegiatan Berbagi Nasi beberapa waktu lalu. Teman saya menemukan nenek dalam keadaan yang memprihatinkan tengah tertidur dengan selimut yang menjalar keseluruh tubuhnya beralaskan kardus dan ditemani oleh 2 ekor kucing. Saat teman saya membangunkannya, nenek merasa senang karena ada yang datang dan memberinya sebungkus nasi. Keadaan fisik nenek kala itu sedang kurang sehat, badannya panas dan beliau juga bertutur kalau mata sebelah kanannya tidak dapat melihat, tangan kanannya kesleo, dan buang air kecil secara terus-terusan sehingga menimbulakn bau yang tidak sedap. Keesokan harinya teman saya tersebut menemui nenek dan membawakan diaper khusus manula untuk nenek serta mengajak dr. Ool untuk dapat memeriksa keadaan nenek yang sebenarnya agar cepat diberi penanganan. 
Setelah melakukan pemeriksaan ternyata mata sebelah kiri nenek mengalami katarak dan harus dioperasi. ada keanehan saat mereka mengunjungi mereka untuk yang kedua kalinya, nenek enggan diobati dan malah meminta uang kepada mereka. Namun mereka menolak permintaan nenek kemudian meninggalkan nenek dengan beberapa bungkus nasi.
mereka berinisiatif untuk membawa nenek ke rumah sakit mata berdasarkan informasi bahwa ada donatur yang siap membantu membiayai operasi katarak nenek dan akan menitipkan nenek di panti jompo. 

setelah sekitar 10 menit saya mencari-cari dengan menanyakannya kepada tukang parkir dan pedangan yang biasa berjualan namun mereka semua tidak mengetahui dimana keberadaan nenek. Mata saya terhenti ketika melihat seorang nenek yang sedang berjalan dengan ciri tubuh sangat kurus mengenakan pakaian yang lusuh membawa sebungkus plastic yang digantungkan di pundaknya. Dikarenakan saya belum pernah menemui nenek maka saya memilih untuk memerhatikan sambil memastikan apakah benar nenek tersebut adalah nenek yang dimaksud oleh teman saya. Setelah beberapa saat memperhatikan, saya yakin nenek tersebut adalah nenek yang saya cari maka dengan berani saya menemui beliau. Saat itu saya langsung menyapa dan memperkenalkan diri sebagai Adjeng, teman Ewi, saat itu nenek masih belum ingat siapa ewi sebelum saya mengatakan bahwa ewi adalah orang yang pernah membelikannya diaper manula waktu itu. Kemudian saya mengutarakan niat saya menemui nenek untuk mengajaknya perikasa mata secara keseluruhan di rumah sakit mata dan ingin menawari nenek untuk tinggal di panti jompo. namun raut wajah nenek berubah seketika itu juga, nenek langsung menolak dan berjalan meninggalkan saya. Saya tidak mengerti kenapa respon nenek sebegitu enggannya untuk dibawa ke rumah sakit, setelah saya ikuti dan memastikan nenek untuk duduk sebentar dan membicarakan alasan kenapa nenek menolak untuk dibawa ke rumah sakit, nenek mengatakan sesuatu kepada saya.
nenek sudah disini 14 tahun, nanti kalau nenek pergi orang-orang disini marah. Apalagi orang yang punya toko yang sering nenek tungguin, kalau nenek pergi tokonya malah sepi.”
Ungkapan nenek tersebut sungguh membuat saya bingung, ntah apa yang ada dipikiran beliau saat meyakini kalau toko tersebut ramai pembeli karena ada beliau yang menunggunya. Saya tetap berusaha membujuk nenek untuk ikut memerikasakan matanya saja namun apabila akan kembali lagi ke pasar itu saya pun tidak melarang, namun nenek tetap besikeras tidak mau memeriksakan matanya.
          “kalau neng mau bantu nenek kasih nenek uang aja berapapun nenek terima, buat beli obat sama makan cukup neng”
Miris, sedih dan ingin marah. Saat itu yang sedang saya rasakan, ketika uang merupakan orientasi kebahagiaan, ketika uang mengalahkan kenyamanan tinggal di tempat yang hangat dan fisik yang sehat. 
Mungkin menurut mereka  kenyamanan adalah merasa dikasihani, menerima pemberian secara Cuma-Cuma tanpa harus membalas budi maupun jasa. Kenyataan pedih itu ketika mereka memarjinalkan diri mereka sendiri. Tidak mudah merubah keyakinan yang sudah tertanam lama dari diri mereka apalagi lingkungan lah sebagai pendukung utama. Mungkin lebih baik jika kita memikirkan jalan yang lebih baik untuk mereka, memberi sedekah memang baik namun apakah akan selalu baik dikemudian hari? Kaum marjinal tidak hanya menjadi tanggung jawab Negara, kita juga memiliki andil dalam memelihara mereka. Sudah saatnya kita menyelamatkan Negara mulai dari partikel terdasar sebuah bangsa, yakni lingkungan kita sendiri.

Selasa, 15 Oktober 2013

Kenapa Kita Harus Peduli Kepada Mereka (Autisma)

Hallo.. Selamat pagi dan salam sukses semangat sentosa sejahtera kakak-kakak sekalian. semoga semangat kepedulian sesama selalu mengalir lewat oksigen yang kita hirup. Aamiin..

Pagi ini saya ingin sedikit berbagi cerita yang sudah saya dengar dari atasan saya ketika meeting beberapa waktu lalu tentang "Kenapa Kita Harus Peduli Kepada Mereka (Autisma)" yang sukses membuat saya merinding dan makin semangat untuk menggalakkan aksi kepedulian terhadap penyandang Autisma.

Pada suatu pagi yang sedikit mendung, kita sebut saja lintang, diantar ibunya ke sebuah Sekolah Menengan Pertama bertaraf Internasional di Jakarta menggunakan sebuah mobil. Lintang memang berbeda dengan anak-anak lainnya, dia memiliki masalah dalam pemusatan perhatian dan sosialisasi yang biasa kita sebut dengan istilah Autisma. Lintang adalah gadis berumur 15 tahun, Ibu Lintang berinisiatif untuk memasukkannya ke sekolah normal atas anjuran dari teman kantornya karena saat ini sudah dicanangkan sekolah Inklusi untuk penyandang disabilitas. Sekolah menyediakan Shadow Teacher atau guru pendamping, kurikulum, dan Infrastruktur yang memadai untuk penyandang disabilitas yang bersekolah disana walaupun dengan biaya yang tidak biasa tentunya.
Lintang datang dengan digandeng ibunya mengenakan seragam merah-abu-abu kebanggaan sekolahnya, dengan rambut diikat satu dan tas punggungnya, Lintang berjalan menuju ruang kantor kepala sekolah yang tidak jauh dari lobi sekolah.

"Selamat pagi, Pak. Ini Lintang anak saya" 
Ibu lintang mengenalkan Lintang seraya menahan lengan Lintang yang dari tadi berusaha lari dari Ibunya.

"Selamat pagi Ibu, selamat datang disekolah kami. Nantinya Lintang akan didampingi oleh salah satu guru pendamping yang profesional"

"Terimakasih pak, saya percaya sekolah ini mampu mendidik anak saya"

Dengan sedikit was-was ibu lintang meninggalkannya disekolah bersama salah satu shadow teachernya. Dia berharap semoga lintang dapat berkembang dan menjadi lebih mandiri setelah dimasukkan ke sekolah Inklusi. 
Jam-jam pertama kegiatan lintang disekolah cukup baik karena Lintang dapat dikendalikan oleh shadow teachernya namun ada sedikit kendala dalam sosialisasi lintang dengan teman-temannya. Mungkin kesalahan sekolah disini tidak mempersiapkan siswa lainnya untuk dapat menerima bahwa ada anak-anak special yang akan bersekolah disana. jadi, mereka sedikit memandang aneh Lintang yang hanya diam saja dan suka bertingkah aneh.

Hari kedua pun berjalan dengan baik. sampai pada akhirnya tiba di hari ke-3 lintang masuk sekolah. Hari itu dia bertingkah aneh, sejak pagi dia sudah tantrum dan menghancurkan beberapa barang yang ada dirumahnya. Ibunya masih memandang wajar dan biasa dengan keadaan Lintang tersebut dan tetap mengantarkan lintang kesekolah tanpa mencari tahu penyebab Lintang tantrum.
petaka tersebut terjadi ketika setibanya lintang disekolah, setelah turun dari mobil Lintang kemudian berlari menuju kesekolah. Ibunya kemudian turun dari mobil dan mengejar lintang yang tanpa diketahui sebabnya mengamuk seperti itu. lintang berlari sangat cepat hingga ibunya tidak mengetahui kemana arah perginya gadis manis itu.

ternyata Lintang pergi ke ujung lorong sekolah dengan rok yang telah terbuka, dia menggosok-gosokkan alat kelaminnya ke tembok. sungguh hal tabu dan menyakitkan bagi kita yang melihat. ternyata hari itu adalah hari pertama Lintang Menstruasi dan itulah penyebab kenapa sejak pagi Lintang tantrum.

dari kisah tadi betapa pentingnya kita untuk dapat peduli dan memahami tentang dunia Autisma. Apabila kita tahu dan paham tentang bagaimana cara menghadapi anak Autisma pasti kejadian seperti ini bisa kita minimalisir karena kalau bukan kita, siapa lagi yang akan peduli dan menyayangi mereka. cukup Lintang yang menjadi pukulan bagi kita, janagn ada lintang-lintang lain yang menjadi korban dari ketidakpedulian kita. Mulai sekarang mari sayangi Autis, Karena Autis merupakan Berkah dari Tuhan untuk melengkapi dunia ini.

Jumat, 26 Juli 2013

Ibadah dalam Sebuah Pengabdian



Fajar telah menyingsing di salah satu kabupaten termuda di Provinsi Lampung, Tulang Bawang Barat yang menyerinai melewati selah dedaunan pohon karet membelai wajah kami. Kami merupakan sekelompok mahasiswa Universitas Lampung yang sedang menempuh Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) didesa Marga Jaya, Kecamatan Gunung Agung, Kabupaten Tulang Bawang Barat. KKN-KT tahun ini berbeda dengan KKN-KKN tahun lalu karena di tahun ini dikhususkan untuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang menuntut kami tidak hanya melakukan praktek mengajar didesa pelosok namun juga ikut serta dalam pembangunan didesa tersebut. 

Jam tangan salah satu anggota kelompok kami berdering layaknya kopral yang sedang membangunkan para prajuritnya berharap segera bangkit untuk mandi memebersihkan liur kelemahan dan ketidakberdayaan. Keegoisan udara dingin pagi ini kami acuhkan, dengan mata sayup kami mulai memasak bahan makanan untuk santap sahur guna memenuhi energy dan kesempurnaan ibadah puasa kami hari ini. Nasi panas, tempe goreng, dan tumis kangkung kiranya cukup untuk mengisi perut dan memantapkan langkah kami melaksanakan tugas sebagai seorang calon pendidik.
Bukan kesederhanaan yang kami ratapi pagi ini “bangun, Nak. Sahur dulu”, “diminum Tehnya”, minum air putih yang banyak” pesan singkat yang begitu bermakna dari orang tua kami-lah yang begitu kami rindukan. Euphoria sebuah Ramadhan memang tak mampu kami pungkiri kesejukannya bersama orang-orang terkasih kami dirumah. Hari ini, 10 Juli 2013 yang juga bertepatan dengan 1 Ramadhan 1434 Hijriah kami melewatinya dengan rasa rindu bersama dengan 10 anggota kelompok lainnya dengan karakter yang berbeda-beda dan belum pernah kami kenal sebelumnya disatukan dalam sutu kesempatan yang menuntut kami untuk makan, tidur, beribadah, dan bekerja bersama.
Terdapat 2 kamar yang disediakan oleh Ibu erlina, pemilik rumah yang kami tempati sementara didesa ini. Karena jumlah kami yang tidak memungkinkan untuk dijadikan satu kamar maka kami dibagi menjadi 2 kamar, Satu berukuran 4x4 meter  dan yang satunya lagi berukuran 3x4 meter. Didalam kamar yang lumayan besar ini kami beristirahat tanpa kasur maupun bantal dan selimut, hanya sebuah karpet dan tumpukan baju yang kami sulap menjadi bantal. Kadang kami rasakan udara dingin yang begitu menusuk tulang yang kemudian kami siasati untuk melawannya dengan mandi dan berwudhu. Keterbatasan itu kami nikmati dengan penuh ungkapan syukur setidaknya kami merasa jauh lebih beruntung dari saudara-saudara kami yang hanya bisa tidur dengan alas kardus dan udara malam yang begitu menusuk tulang.

Kami hampir goyah, langkahkami hampir terhenti ketika godaan tentang kenyamanan rumah dan gemerlapnya lampu kota menghiasi angan kami. Ketika kami memahami semua itu hanya godaan, hanya Allah-lah tempat dimana kami meminta dan memohon pertolongan. Perselisihan, ketidaksamaan pikiran, dan ego diri masing-masing dari kami sungguh menjadi hal lumrah menghiasi hari-hari awal pengabdian kami disini. Namun kami tidak ingin bertindak konyol, kami yakin tidak semua orang mampu melewati pengabdian didesa pelosok dalam keadaan sedang berpuasa, Allah memilih kami berarti kami mampu melewati ini semua.

Bismillahi tawakaltu ‘Alallah mengawali langkah pertama kami menempuh jarak sejauh 2 kilo meter menuju sekolah dimana kami bertugas yakni di SMP Negeri 2 Gunung Agung. Sungguh berat kami rasakan berjalan dengan jarak sejauh itu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya ditambah lagi dengan cuaca panas dan medan yang berdebu, namun kami yakin semua ini tidak akan sia-sia. Setiap langkah yang kami pijak terhitung sebagai dzikrullah memuji kebesaran-Nya. Tetesan keringat yang mengalir dari kening kami semoga dapat menjadi penghapus dosa-dosa kami, serta kesegaran air yang kami tenggak saat berbuka puasa dapat memberi kesegaran lahir dan bathin kamiyang haus akan rahmat dan karunia-Nya. 

Kami menyadari, segala cobaan yang kami lewati selama pengabdian kami ini merupakan ladang amalan bagi kami dan kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Insya’Allah kami selalu mengusahakan kebermanfaatan diri dan Ilmu yang kami punya demi sebuah kesejahteraan kecil di Desa Marga Jaya ini. Kerinduan kami terhadap orang tua dan segala hal indah yang kami tinggalkan demi pengabdian ini kami yakini akan mendapatkan balasan yang lebih indah dari Allah SWT. Kami selalu berpegang pada suatu hadist yang berbunyi “man jadda wa jadda”. Siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan mendapat. Kami yakini itu ya Allah. Tetapkanlah hati kami serendah bumi dan pikiran yang melangit. Aamiin.


Selasa, 16 Juli 2013

MERAJUT MIMPI BERSAMA PENYANDANG DISABILITAS



Salah satu teman saya pagi ini menyuntikkan semangat yang “bitch sweet awesome” dengan tulisan yang ia kirimkan  lewat Twitter, kira-kira tulisannya seperti ini “sebelum mati kita harus nerbitin buku supaya roh pemikiran tetap ada di dunia”.
Subhanallah, perkataan seorang @sheilayla (I recommended for follow her on twitter) yang membangkitkan semangat saya untuk menulis lagi. Saya ingin bermanfaat untuk orang lain, setidaknya saya hidup di dunia ini tidak melulu mengejar keuntungan diri sendiri tapi juga kebermanfaatkan bagi orang lain. Semoga huruf yang saya rangkai pagi ini tentang beberapa file di otak saya bisa dimanfaatkan oleh siapapun. Aamiin.
Mari kita mulai menulis. Awalnya saya ingin mengangkat issue tentang pemerintah yang hobi guyon dengan kebijakan-kebijakan yang agak nyeleneh, tapi saya pikir itu sudah terlalu mainstream dan ilmu saya yang terbatas untuk sekedar berkomentar tentang pemerintahan di Negara ini. Akhirnya saya memilih DISABILITAS sebagai tema celotehan saya pagi ini.
World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan adanya keterbatasan fisik maupun mental ) untuk melakukan aktifitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia. Masih banyak orang yang belum memahami tentang konsep disabilitas yang sebenarnya sangat mengagumkan, mungkin dikarenakan mereka hanya melihat kekurangannya saja tanpa melihat potensi yang ada dalam diri penyandang disabilitas tersebut.
Tunadaksa, tunagrahita, tunarungu, tunanetra, dan masih banyak lagi tipe diasabilitas yang ada dan semuanya hidup dalam keterbatasan. Siapa yang meminta untuk lahir sebagai manusia yang memiliki fisik dan mental yang tidak sempurna? Siapa yang ingin terlahir sebagai manusia yang dianggap tidak berguna bagi manusia lainnya? Tidak ada.
Mari kita buka lagi pikiran kita, banyak orang-orang hebat didunia ini yang ternyata penyandang disabilitas. Bethoven, Albert Enstein, Alexander Grahambell merupakan orang-orang luar biasa yang memiliki keterbatasan yang membawa revolusi kemajuan didunia ini. Bagaimana dengan kita yang memiliki fisik dan mental yang sempurna, apa yang sudah kita lakukan setidaknya untuk orang-orang disekitar kita? Jika belum ada, masihkah kita mengabaikan bahkan mencemooh penyandang disabilitas?
Mari bersahabat dengan penyandang disabilitas, mereka memiliki kelebihan yang sebenarnya tidak kita memiliki sebagai manusia yang memiliki fisik dan mental yang sempurna. Ya, mereka memiliki rasa kasih sayang dan kepekaan yang luar biasa.

Saya sudah 2 tahun lebih menjadi terapis bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Autism Care Indonesia Cabang Lampung dan saya banyak belajar tentang arti saling mengasihi dan memberi. Awal saya mendaftar menjadi terapis saya merasa ragu apakah saya bisa mengajar dan melatih anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik dan mental. Namun Tuhan Maha Keren, Ia tidak membiarkan saya berjalan sendirian. Dengan segala bentuk pertolonganNya akhirnya saya merasa barokah dan tentram dengan bekerja bersama penyandang disabilitas hingga saat ini dan saya harap seterusnya. Begitupun dengan rekan-rekan sesama terapis di Autism Care Indonesia yang senantiasa menunjukkan kepada saya gambaran seorang pengajar yang tidak pernah memilih kepada siapa ilmu yang mereka miliki akan disalurkan. Dengan rasa tulus dan ikhlas mereka bekerja dan membagi kasih sayang bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Tidak terbatas hanya pada anak-anak penyandang Autism, saya juga mulai banyak belajar dari teman-teman tunarungu di Gerkatin Bandar Lampung (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Dalam diam mereka bermimpi dan berjuang tanpa pernah mendengar renyahnya suara tawa, merdunya kicauan burung, gemuruh ombak samudra, rinainya rintikan hujan dan padunya melodi yang tersusun menjadi sebuah lagu. Tuhan, terimakasih atas nikmat telinga yang telah Engkau berikan. Tunjukkan kepada mereka indahnya Shalawat Nabi di surga nanti. Aamiin.
Pelajaran yang saya dapat setelah bekerja dan melewati hari bersama penyandang disabilitas adalah betapa bodohnya saya apabila masih mengeluh dan tidak bersyukur atas seluruh berkah yang telah Tuhan limpahkan. Patah hati, di hianati sahabat, uang bulanan yang selalu kurang tidak sebanding dengan kekurangan yang mereka rasakan. Melihat senyum mereka bagai memandang mentari yang siap bekerja menghangatkan dunia dengan sinarnya. Saya berfikir, betapa hampa dunia ini apabila tidak ada mereka yang penuh cinta dan kasih.
Suatu kali terlintas dalam benak saya ada sebuah hari dimana seluruh penyandang disabilitas menunjukkan kemampuannya dan tersenyum bersama kita yang memiliki fisik sempurna. Hari dimana kita berkumpul menjadi satu sebagai makhluk Tuhan tanpa memandang keterbatasan yang kita miliki. Hari dimana aku, kamu, dia, dan mereka menjadi KITA berbagi keceriaan dan kasih sayang. Tuhan, jika memang kami mampu mewujudkannya maka izinkanlah matahari tidak terbenam pada hari itu.
Saya manusia biasa yang juga memiliki batas kemampuan, maka dari itu saya sangat membutuhkan bantuan teman-teman sekalian melangkah bersama mensejahterakan penyandang disabilitas terutama yang ada di Kota Bandar Lampung ini. Mari kita duduk bersama dan berdiskusi, semoga Tuhan mengalirkan ide mulia lewat perantara secangkir kopi. Ingat, kita semua kurirnya Allah yang bertugas menyebarkan kebaikan diseluruh semesta ini. Let’s make a movement because we’re living under the same sun, the same earth and live to save humanity.