Jumat, 26 Juli 2013

Ibadah dalam Sebuah Pengabdian



Fajar telah menyingsing di salah satu kabupaten termuda di Provinsi Lampung, Tulang Bawang Barat yang menyerinai melewati selah dedaunan pohon karet membelai wajah kami. Kami merupakan sekelompok mahasiswa Universitas Lampung yang sedang menempuh Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) didesa Marga Jaya, Kecamatan Gunung Agung, Kabupaten Tulang Bawang Barat. KKN-KT tahun ini berbeda dengan KKN-KKN tahun lalu karena di tahun ini dikhususkan untuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang menuntut kami tidak hanya melakukan praktek mengajar didesa pelosok namun juga ikut serta dalam pembangunan didesa tersebut. 

Jam tangan salah satu anggota kelompok kami berdering layaknya kopral yang sedang membangunkan para prajuritnya berharap segera bangkit untuk mandi memebersihkan liur kelemahan dan ketidakberdayaan. Keegoisan udara dingin pagi ini kami acuhkan, dengan mata sayup kami mulai memasak bahan makanan untuk santap sahur guna memenuhi energy dan kesempurnaan ibadah puasa kami hari ini. Nasi panas, tempe goreng, dan tumis kangkung kiranya cukup untuk mengisi perut dan memantapkan langkah kami melaksanakan tugas sebagai seorang calon pendidik.
Bukan kesederhanaan yang kami ratapi pagi ini “bangun, Nak. Sahur dulu”, “diminum Tehnya”, minum air putih yang banyak” pesan singkat yang begitu bermakna dari orang tua kami-lah yang begitu kami rindukan. Euphoria sebuah Ramadhan memang tak mampu kami pungkiri kesejukannya bersama orang-orang terkasih kami dirumah. Hari ini, 10 Juli 2013 yang juga bertepatan dengan 1 Ramadhan 1434 Hijriah kami melewatinya dengan rasa rindu bersama dengan 10 anggota kelompok lainnya dengan karakter yang berbeda-beda dan belum pernah kami kenal sebelumnya disatukan dalam sutu kesempatan yang menuntut kami untuk makan, tidur, beribadah, dan bekerja bersama.
Terdapat 2 kamar yang disediakan oleh Ibu erlina, pemilik rumah yang kami tempati sementara didesa ini. Karena jumlah kami yang tidak memungkinkan untuk dijadikan satu kamar maka kami dibagi menjadi 2 kamar, Satu berukuran 4x4 meter  dan yang satunya lagi berukuran 3x4 meter. Didalam kamar yang lumayan besar ini kami beristirahat tanpa kasur maupun bantal dan selimut, hanya sebuah karpet dan tumpukan baju yang kami sulap menjadi bantal. Kadang kami rasakan udara dingin yang begitu menusuk tulang yang kemudian kami siasati untuk melawannya dengan mandi dan berwudhu. Keterbatasan itu kami nikmati dengan penuh ungkapan syukur setidaknya kami merasa jauh lebih beruntung dari saudara-saudara kami yang hanya bisa tidur dengan alas kardus dan udara malam yang begitu menusuk tulang.

Kami hampir goyah, langkahkami hampir terhenti ketika godaan tentang kenyamanan rumah dan gemerlapnya lampu kota menghiasi angan kami. Ketika kami memahami semua itu hanya godaan, hanya Allah-lah tempat dimana kami meminta dan memohon pertolongan. Perselisihan, ketidaksamaan pikiran, dan ego diri masing-masing dari kami sungguh menjadi hal lumrah menghiasi hari-hari awal pengabdian kami disini. Namun kami tidak ingin bertindak konyol, kami yakin tidak semua orang mampu melewati pengabdian didesa pelosok dalam keadaan sedang berpuasa, Allah memilih kami berarti kami mampu melewati ini semua.

Bismillahi tawakaltu ‘Alallah mengawali langkah pertama kami menempuh jarak sejauh 2 kilo meter menuju sekolah dimana kami bertugas yakni di SMP Negeri 2 Gunung Agung. Sungguh berat kami rasakan berjalan dengan jarak sejauh itu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya ditambah lagi dengan cuaca panas dan medan yang berdebu, namun kami yakin semua ini tidak akan sia-sia. Setiap langkah yang kami pijak terhitung sebagai dzikrullah memuji kebesaran-Nya. Tetesan keringat yang mengalir dari kening kami semoga dapat menjadi penghapus dosa-dosa kami, serta kesegaran air yang kami tenggak saat berbuka puasa dapat memberi kesegaran lahir dan bathin kamiyang haus akan rahmat dan karunia-Nya. 

Kami menyadari, segala cobaan yang kami lewati selama pengabdian kami ini merupakan ladang amalan bagi kami dan kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Insya’Allah kami selalu mengusahakan kebermanfaatan diri dan Ilmu yang kami punya demi sebuah kesejahteraan kecil di Desa Marga Jaya ini. Kerinduan kami terhadap orang tua dan segala hal indah yang kami tinggalkan demi pengabdian ini kami yakini akan mendapatkan balasan yang lebih indah dari Allah SWT. Kami selalu berpegang pada suatu hadist yang berbunyi “man jadda wa jadda”. Siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan mendapat. Kami yakini itu ya Allah. Tetapkanlah hati kami serendah bumi dan pikiran yang melangit. Aamiin.


Selasa, 16 Juli 2013

MERAJUT MIMPI BERSAMA PENYANDANG DISABILITAS



Salah satu teman saya pagi ini menyuntikkan semangat yang “bitch sweet awesome” dengan tulisan yang ia kirimkan  lewat Twitter, kira-kira tulisannya seperti ini “sebelum mati kita harus nerbitin buku supaya roh pemikiran tetap ada di dunia”.
Subhanallah, perkataan seorang @sheilayla (I recommended for follow her on twitter) yang membangkitkan semangat saya untuk menulis lagi. Saya ingin bermanfaat untuk orang lain, setidaknya saya hidup di dunia ini tidak melulu mengejar keuntungan diri sendiri tapi juga kebermanfaatkan bagi orang lain. Semoga huruf yang saya rangkai pagi ini tentang beberapa file di otak saya bisa dimanfaatkan oleh siapapun. Aamiin.
Mari kita mulai menulis. Awalnya saya ingin mengangkat issue tentang pemerintah yang hobi guyon dengan kebijakan-kebijakan yang agak nyeleneh, tapi saya pikir itu sudah terlalu mainstream dan ilmu saya yang terbatas untuk sekedar berkomentar tentang pemerintahan di Negara ini. Akhirnya saya memilih DISABILITAS sebagai tema celotehan saya pagi ini.
World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan adanya keterbatasan fisik maupun mental ) untuk melakukan aktifitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia. Masih banyak orang yang belum memahami tentang konsep disabilitas yang sebenarnya sangat mengagumkan, mungkin dikarenakan mereka hanya melihat kekurangannya saja tanpa melihat potensi yang ada dalam diri penyandang disabilitas tersebut.
Tunadaksa, tunagrahita, tunarungu, tunanetra, dan masih banyak lagi tipe diasabilitas yang ada dan semuanya hidup dalam keterbatasan. Siapa yang meminta untuk lahir sebagai manusia yang memiliki fisik dan mental yang tidak sempurna? Siapa yang ingin terlahir sebagai manusia yang dianggap tidak berguna bagi manusia lainnya? Tidak ada.
Mari kita buka lagi pikiran kita, banyak orang-orang hebat didunia ini yang ternyata penyandang disabilitas. Bethoven, Albert Enstein, Alexander Grahambell merupakan orang-orang luar biasa yang memiliki keterbatasan yang membawa revolusi kemajuan didunia ini. Bagaimana dengan kita yang memiliki fisik dan mental yang sempurna, apa yang sudah kita lakukan setidaknya untuk orang-orang disekitar kita? Jika belum ada, masihkah kita mengabaikan bahkan mencemooh penyandang disabilitas?
Mari bersahabat dengan penyandang disabilitas, mereka memiliki kelebihan yang sebenarnya tidak kita memiliki sebagai manusia yang memiliki fisik dan mental yang sempurna. Ya, mereka memiliki rasa kasih sayang dan kepekaan yang luar biasa.

Saya sudah 2 tahun lebih menjadi terapis bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Autism Care Indonesia Cabang Lampung dan saya banyak belajar tentang arti saling mengasihi dan memberi. Awal saya mendaftar menjadi terapis saya merasa ragu apakah saya bisa mengajar dan melatih anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik dan mental. Namun Tuhan Maha Keren, Ia tidak membiarkan saya berjalan sendirian. Dengan segala bentuk pertolonganNya akhirnya saya merasa barokah dan tentram dengan bekerja bersama penyandang disabilitas hingga saat ini dan saya harap seterusnya. Begitupun dengan rekan-rekan sesama terapis di Autism Care Indonesia yang senantiasa menunjukkan kepada saya gambaran seorang pengajar yang tidak pernah memilih kepada siapa ilmu yang mereka miliki akan disalurkan. Dengan rasa tulus dan ikhlas mereka bekerja dan membagi kasih sayang bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Tidak terbatas hanya pada anak-anak penyandang Autism, saya juga mulai banyak belajar dari teman-teman tunarungu di Gerkatin Bandar Lampung (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Dalam diam mereka bermimpi dan berjuang tanpa pernah mendengar renyahnya suara tawa, merdunya kicauan burung, gemuruh ombak samudra, rinainya rintikan hujan dan padunya melodi yang tersusun menjadi sebuah lagu. Tuhan, terimakasih atas nikmat telinga yang telah Engkau berikan. Tunjukkan kepada mereka indahnya Shalawat Nabi di surga nanti. Aamiin.
Pelajaran yang saya dapat setelah bekerja dan melewati hari bersama penyandang disabilitas adalah betapa bodohnya saya apabila masih mengeluh dan tidak bersyukur atas seluruh berkah yang telah Tuhan limpahkan. Patah hati, di hianati sahabat, uang bulanan yang selalu kurang tidak sebanding dengan kekurangan yang mereka rasakan. Melihat senyum mereka bagai memandang mentari yang siap bekerja menghangatkan dunia dengan sinarnya. Saya berfikir, betapa hampa dunia ini apabila tidak ada mereka yang penuh cinta dan kasih.
Suatu kali terlintas dalam benak saya ada sebuah hari dimana seluruh penyandang disabilitas menunjukkan kemampuannya dan tersenyum bersama kita yang memiliki fisik sempurna. Hari dimana kita berkumpul menjadi satu sebagai makhluk Tuhan tanpa memandang keterbatasan yang kita miliki. Hari dimana aku, kamu, dia, dan mereka menjadi KITA berbagi keceriaan dan kasih sayang. Tuhan, jika memang kami mampu mewujudkannya maka izinkanlah matahari tidak terbenam pada hari itu.
Saya manusia biasa yang juga memiliki batas kemampuan, maka dari itu saya sangat membutuhkan bantuan teman-teman sekalian melangkah bersama mensejahterakan penyandang disabilitas terutama yang ada di Kota Bandar Lampung ini. Mari kita duduk bersama dan berdiskusi, semoga Tuhan mengalirkan ide mulia lewat perantara secangkir kopi. Ingat, kita semua kurirnya Allah yang bertugas menyebarkan kebaikan diseluruh semesta ini. Let’s make a movement because we’re living under the same sun, the same earth and live to save humanity.